Promo Umroh 2015 di Jakarta Barat Hubungi 021-9929-2337 atau 0821-2406-5740 Alhijaz Indowisata adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang tour dan travel. Nama Alhijaz terinspirasi dari istilah dua kota suci bagi umat islam pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota yang penuh berkah sehingga diharapkan menular dalam kinerja perusahaan. Sedangkan Indowisata merupakan akronim dari kata indo yang berarti negara Indonesia dan wisata yang menjadi fokus usaha bisnis kami.
Promo Umroh 2015 di Jakarta Barat Alhijaz Indowisata didirikan oleh Bapak H. Abdullah Djakfar Muksen pada tahun 2010. Merangkak dari kecil namun pasti, alhijaz berkembang pesat dari mulai penjualan tiket maskapai penerbangan domestik dan luar negeri, tour domestik hingga mengembangkan ke layanan jasa umrah dan haji khusus. Tak hanya itu, pada tahun 2011 Alhijaz kembali membuka divisi baru yaitu provider visa umrah yang bekerja sama dengan muassasah arab saudi. Sebagai komitmen legalitas perusahaan dalam melayani pelanggan dan jamaah secara aman dan profesional, saat ini perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah melalui kementrian pariwisata, lalu izin haji khusus dan umrah dari kementrian agama. Selain itu perusahaan juga tergabung dalam komunitas organisasi travel nasional seperti Asita, komunitas penyelenggara umrah dan haji khusus yaitu HIMPUH dan organisasi internasional yaitu IATA.
saco-indonesia.com, Kolesterol tinggi
dalam darah merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit jantung.
Saco-Indonesia.com — Kolesterol tinggi dalam darah merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit jantung. Namun, kolesterol tinggi tidak terbentuk dalam semalam, tetapi perlahan-lahan. Salah satunya akibat pola makan yang salah.
Meskipun Anda tidak memiliki tanda-tanda, gejala, ataupun riwayat keluarga dengan penyakit jantung, tetapi wajib hukumnya untuk menjaga diet sehat agar tetap memiliki kesehatan yang prima.
Mungkin Anda sudah menghindari makanan-makanan berlemak yang diketahui sebagai sumber kolesterol. Namun, ada juga makanan yang tak terduga mengandung kolesterol tinggi seperti berikut:
1. Daging unggas
Daging unggas memang dianggap lebih minim risiko dibanding daging merah karena memiliki kandungan lemak yang cenderung lebih rendah. Namun, jika dimakan dalam jumlah yang banyak atau terlalu sering, daging unggas juga akan memberikan efek negatif, salah satunya adalah peningkatan kadar kolesterol dalam darah.
2. Gula tambahan
Satu fakta yang cukup mengejutkan adalah gula tambahan ternyata berhubungan dengan penurunan kadar kolesterol "baik" atau high density lipoprotein (HDL) dalam darah. Jadi, pengurangan gula tambahan dalam diet, selain mengurangi risiko diabetes juga memperbaiki kadar kolesterol.
3. Kentang tumbuk
Kentang tumbuk atau mashed potato ternyata memiliki kandungan lemak yang tinggi. Terutama yang ditemukan di restoran karena mengandung mentega, krim, susu, keju yang berlebihan. Hal tesebut membuat salah satu sumber karbohidrat ini menjadi makanan tinggi lemak jenuh.
4. Pizza
Satu potong pizza mengandung 10 gram lemak dan 4,4 gram lemak jenuh. Angka itu belum termasuk topping yang mungkin mengandung lebih banyak lemak.
5. Kelapa
Produk kelapa seperti santan ataupun minyak kelapa mengandung lemak jenuh yang cukup tinggi. Namun, penggunaannya dalam skala sedang tidak terlalu berakibat buruk terhadap kadar kolesterol darah.
6. Produk susu
Produk susu memang mengandung banyak nutrisi yang penting seperti kalsium, protein, vitamin, dan mineral, tetapi juga mengandung lemak jenuh. Maka sebaiknya pilihlah produk yang rendah lemak.
7. Pai dan kue
Pai dan kue berbahan baku mentega, krim, susu, dan keju yang mengandung lemak jenuh. Maka satu gigitan pai dan kue sudah memberikan sumbangan kalori yang tinggi bagi tubuh.
8. Popcorn
Satu wadah popcorn ukuran sedang mengandung 60 gram lemak jenuh dan 1.200 kalori. Hal ini dikarenakan pengolahan popcorn membutuhkan minyak yang berpengaruh terhadap kadar kolesterol.
Tak ada yang lebih indah daripada kehidupan yang penuh
dengan kesyukuran. Rasanya semua orang menginginkannya.
Saco-Indonesia.com, Tak ada
yang lebih indah daripada kehidupan yang penuh dengan kesyukuran. Rasanya semua orang
menginginkannya. Berbagai usaha pun dilakukan, mulai dari yang kecil berupa membina hati,
kemudian hal yang gampang dan ringan dengan ucapan atau yang berat dan besar dengan tindakan
– tindakan nyata. Sayangnya, tak banyak orang yang pada akhirnya dapat merasakan predikat
indah itu. Kesyukuran timbul tenggelam di dalam samudera kehidupan ini. Silih berganti. Sebab
jumlah nikmat yang tak terhitung dan sifat lupa dan lalai manusia akan nikmat itu sendiri.
Alhasil, hidup berlimpah dengan rasa syukur menjadi barang yang sulit ditemukan. Tak jarang,
malah terlupakan.
Hal ini diperkuat dengan garis Allah di dalam Kitabnya, dimana Allah
menyebutkan bahwa kategori orang yang bisa bersyukur itu sedikit. Dan sedikit sekali dari hamba-
hamba-Ku yang bersyukur”. (QS Saba’:13) Konsekuensi dari hukum ini diantaranya adalah
susahnya mencari keteladanan dalam bersyukur. Di Quran misalnya hanya beberapa hamba yang
tertulis sebagai ahli syukur, Nabi Nuh misalnya seperti yang tertulis di dalam surat al-Israa
ayat 3, innahu kaana ‘abdan syakuuron - sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak
bersyukur.
Kemudian Nabi Daud dan keluarganya, yang disebutkan di dalam surat
Saba ayat 13, i’maluu aalaa daawuuda syukron - bekerjalah wahai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah). Berkenaan dengan masalah syukur ini Nabi Dawud pernah bertanya kepada
Allah. “Bagaimana aku mampu bersyukur kepadaMu ya Allah, sedangkan bersyukur itupun nikmat
dari Engkau? Allah pun menjawab, “Sekarang engkau telah bersyukur kepadaKu, karena engkau
mengakui nikmat itu berasal dari-Ku”.
Berkaitan dengan masalah ini
Rasulullah SAW pun menegaskan dengan sabdanya; “Shalat yang paling dicintai oleh Allah
adalah shalat nabi Daud; ia tidur setengah malam, kemudian bangun sepertiganya dan tidur
seperenam malam. Puasa yang paling dicintai oleh Allah juga adalah puasa Daud; ia puasa sehari,
kemudian ia berbuka di hari berikutnya, dan begitu seterusnya”.(Rowahu al-Bukhari, Muslim)
Juga Rasulullah SAW menjelaskan dengan sabdanya; “Tidaklah seseorang
itu makan makanan yang lebih baik kecuali dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya
Nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.” (Rowahu al-Bukhari)
Di dalam jalur riwayat lain, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Tsabit Al-Bunani
bahwa Nabi Daud membagi waktu shalat kepada istri, anak dan seluruh keluarganya sehingga tidak
ada sedikit waktupun, baik siang maupun malam, kecuali ada salah seorang dari mereka sedang
menjalankan shalat.
Tampilnya keluarga Nabi Dawud sebagai teladan dalam
bersyukur memang tepat dan contoh yang diberikan juga gamblang. Bersyukur tidak hanya dengan
hati, perkataan dan tindakan sebagaimana yang dicontohkan Keluarga Nabi Daud. Lebih dari itu
bersyukur adalah dalam rangka mencari kecintaan - keridhoan dari Allah.
Demikian juga apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam masalah ini. Ketika turun
Surat Fath ayat 1 yang menetapkan pengampunan kepada Rasulullah SAW atas dosa yang terdahulu dan
yang akan datang, kesungguhan Rasulullah SAW dalam bersyukur semakin menjadi. Shalat malamnya
membuat kedua kaki beliau bengkak – bengkak, sehingga Aisyah pun berkata, “Kenapa
engkau berbuat seperti ini? Bukankah Allah telah menjamin untuk mengampuni segala dosa-dosamu
baik yang awal maupun yang akhir?” Rasulullah menjawab, “Afalam akuunu abdan syakuron
- Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur”. (Rowahu Al-Bukhari).
Dari
tiga teladan di atas, kita perlu menelusuri lebih lanjut jalan menjadi ahli bersyukur. Walaupun
tertulis sedikit kita berharap dan berusaha menjadi bagian yang sedikit itu. Sebagai
inspirasi cerita berikut layak dicermati. Suatu saat Umar bin Khaththab pernah mendengar
seseorang berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan yang sedikit”.
Mendengar itu, Umar terkejut dan bertanya, “Kenapa engkau berdoa demikian?” Sahabat
itu menjawab, “Karena saya mendengar Allah berfirman, “Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang bersyukur”, makanya aku memohon agar aku termasuk yang sedikit
tersebut.”
Ada hal – hal yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan
benih – benih kesyukuran agar terpatri di dalam hati. Yang pertama adalah benih hati
“tidak merasa memiliki, tidak merasa dimiliki kecuali yakin segalanya milik Allah
SWT.” Allah berfirman; “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (QS al Baqoroh 155 –
156).
Sebab makin kita merasa memiliki sesuatu akan semakin takut kehilangan.
Dan takut kehilangan adalah suatu bentuk kesengsaraan. Tapi kalau kita yakin semuanya milik
Allah, maka ketika diambil oleh Allah tidak layak kita merasa kehilangan. Karena kita hanya
tertitipi. Dalam kondisi seperti ini layak direnungi kaidah tukang parkir. Setiap hari di area
parkir berjajar mobil mewah dari Mercy, BMW, Toyota, Mazda dan mobil bagus lainnya. Walau dari
pagi sampai petang mobil – mobil itu di bawah tanggung jawab si tukang parkir, tetapi
apakah dia bisa marah, sedih, ketika mobil – mobil tersebut diambil pemiliknya kala sore
hari? Tentu tidak. Bahkan dramawan WS Rendra menulis dengan apik, hakikat harta sebagai titipan
seperti dalam puisinya Makna Sebuah Titipan.
Sering kali aku berkata, ketika
orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan
Bahwa mobilku hanya
titipan Nya, bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya
Tetapi, mengapa aku tidak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa
Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan
untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yg bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh Nya?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah,
kusebut itu sebagai ujian,
kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja yang melukiskan bahwa itu
adalah derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa
nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta, lebih banyak mobil, lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas, dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan.
Seolah
semua “derita” adalah hukuman bagiku
Seolah keadilan dan kasih Nya harus
berjalan seperti matematika:
“aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita
menjauh dariku,
dan nikmat dunia kerap menghampiriku
Kuperlakukan Dia
seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas “perlakuan
baikku” dan
menolak keputusan Nya yang tak sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah…
“Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja”
Rahasia benih kedua menjadi ahli syukur adalah “selalu memuji Allah dalam segala
kondisi. " Kenapa? Allah berfirman; “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah,
niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS An-nahl 18). Karena kalau dibandingkan antara nikmat dengan
musibah tidak akan ada apa-apanya. Musibah yang datang tidak sebanding dengan samudera nikmat
yang tiada bertepi.
Ini seperti cerita seorang petani miskin yang kehilangan
kuda satu-satunya. Orang-orang di desanya amat prihatin terhadap kejadian itu, namun ia hanya
istirja dan mengatakan, alhamdulillah, cuma kuda yang hilang. Bukan lainnya. Seminggu kemudian
kuda tersebut kembali ke rumahnya sambil membawa serombongan kuda liar. Petani itu mendadak
menjadi orang kaya. Orang-orang di desanya berduyun-duyun mengucapkan selamat kepadanya, namun ia
hanya berkata, alhamdulillah.
Tak lama kemudian petani ini kembali mendapat
musibah. Anaknya yang berusaha menjinakkan seekor kuda liar terjatuh sehingga patah kakinya.
Orang-orang desa merasa amat prihatin, tapi sang petani hanya mengatakan, alhamdulillah cuma
patah kakinya. Ternyata seminggu kemudian tentara masuk ke desa itu untuk mencari para pemuda
untuk wajib militer. Semua pemuda diboyong keluar desa kecuali anak sang petani karena kakinya
patah. Melihat hal itu si petani hanya berkata singkat, alhamdulillah. Allah telah mengatur
segalanya.
Apa yang harus membuat kita menderita? Adalah menderita karena kita
tamak kepada yang belum ada dan tidak mensyukuri apa yang ada sekarang.
Benih
ketiga untuk menjadi ahli syukur adalah “manfaatkan nikmat yang ada untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT”. Allah berfirman; “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di
antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kalian kepada Allah,
jika benar-benar hanya kepada-Nya kalian menyembah.” (QS Al-Baqoroh 172)
Alkisah ada tiga pengendara kuda masuk ke dalam hutan belantara, kemudian dia tertidur.
Saat terjaga dilihat kudanya telah hilang beserta semua perbekalannya. Betapa kagetnya
mereka, karena alamat tidak bisa meneruskan perjalanan. Pada saat yang sama dalam keadaan kaget
tersebut, ternyata seorang raja yang bijaksana melihatnya dan mengirimkan kuda yang baru lengkap
dengan perbekalan untuk perjalanan mereka. Ketika dikirimkan reaksi ketiga pengendara yang
hilang kudanya itu berbeda-beda.
Pengendara pertama si-A kaget dan
berkomentar; "Wah ini kuda yang hebat sekali, bagus ototnya, lengkap perbekalannya dan
banyak pula!” Dia sibuk dengan kuda dan perbekalannya tanpa bertanya kuda siapakah ini?
Pengendara kedua Si-B, gembira dengan kuda yang ada dan berkomentar; "Wah ini kuda yang
hebat, dan saya benar – benar membutuhkannya. Terima kasih, terima kasih.” Begitulah
si-B bersyukur dan berterima kasih kepada yang memberi. Sikap pengendara ke tiga, si-C beda lagi.
Ia berkata; "Lho ini bukan kuda saya, ini kuda milik siapa?” Yang ditanya menjawab;
" Ini kuda milik raja."
Si-C bertanya kembali; "Kenapa raja memberikan
kuda ini ?” Dijawab; "Sebab raja mengirim kuda agar engkau mudah bertemu dengan sang
raja". Dengan bersuka cita si-C menjawab; “Terima kasih atas semuanya, sehingga saya
bisa sampai ke sang raja.”
Dia gembira bukan karena bagusnya kuda, dia gembira
karena kuda dapat memudahkan dia dekat dengan sang raja.
Begitulah, si-A
adalah gambaran manusia yang kalau mendapatkan mobil, motor, rumah, dan kedudukan sibuk
dengan semua itu, tanpa sadar bahwa itu semua adalah titipan. Yang B mungkin adalah model orang
kebanyakan yang ketika senang mengucap Alhamdulillah. Tetapi ahli syukur yang asli adalah
yang ketiga yang kalau punya sesuatu dia berpikir bahwa inilah kendaraan yang dapat menjadi
pendekat kepada Allah SWT. Ketika mempunyai uang dia mengucap alhamdulillah, uang inilah pendekat
saya kepada Allah. Ia tidak berat untuk membayar zakat, dia ringan untuk bersadaqah, karena
itulah jalan mendekatkan diri kepadaNya.
Benih syukur yang keempat adalah
“berterima kasih kepada yang telah menjadi jalan perantara nikmat.” Seorang anak
disebut ahli syukur kalau dia tahu balas budi kepada ibu dan bapaknya. Benar orang tua kita tidak
seideal yang kita harapkan, tetapi masalah kita bukan bagaimana sikap orang tua kepada kita,
tetapi sikap kita kepada orang tua. Sama halnya dengan nikmat lainnya, kadang datangnya melalui
perantara, maka yang terpenting adalah bagaimana kita bisa bersikap yang baik kepadanya.
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a. dia berkata, “Rasululloh SAW bersabda;
’Barangsiapa diberi suatu kebaikan, lalu dia berkata kepada pemberinya – Jazaakallohu
khairo/Semoga Allah membalas kebaikan (yang lebih baik) kepadamu – maka dia telah sampai
(sempurna) di dalam memuji.”(Rowahu at-Tirmidzi, dia berkata hadist hasan ghorib)
Dari al-Asy’ats bin Qois r.a. dia berkata, “Rasululoh SAW bersabda tidak
bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.”
(Rowahu Ahmad)
Dari Abu Huroiroh r.a, dari Nabi SAW beliau
bersabda,”Tidak bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia.”
(Rowahu Abu Dawud dan at- Tirmidzi dia berkata hadist shohih)
Sebagai pelengkap benih
– benih di atas, tentunya adalah memperbanyak doa untuk menyirami benih – benih itu.
Berdoa untuk menjadi hamba yang penuh kesyukuran, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW
kepada sahabat Muadz bin Jabal. Hadist itu diriwayatkan oleh Sunan Abu Dawud (Kitabu
Sholah) dan Sunan Nasa’i (Kitabu as-Sahwi), juga terdapat dalam Musnad Ahmad, yang
dishohihkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim. Dari Muadz bin Jabal r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW
memegang tangannya Muadz dan berkata; ”Ya Muadz, Demi Allah sesungguhnya aku benar-benar
mencintaimu, Demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu.” Seterusnya Beliau
berkata, ”Aku wasiat kepadamu hai Muadz, jangan meninggalkan sungguh engkau di dalam setiap
habis sholat untuk berdoa - Allohumma a’innaa ’alaa dzikrika, wasyukrika wahusni
’ibadatik - Ya Allah tolonglah kami untuk senantiasa berdzikir kepadaMu, bersyukur kepadaMu
dan beribadah kepadaMu dengan baik”.
Setelah menjadi orang iman, tantangan
berikutnya yang menghadang adalah berpacu untuk menjadi orang yang berkelimpahan kesyukuran.
Walaupun kesempatannya kecil, kita masih punya peluang meraihnya bukan? Nah, sebagai parameter
penutup bisa dirujuk cerita tentang seorang pengembala yang ditanya oleh tuannya.
“Bagaimana cuaca hari ini?” “Hari ini cuacanya sangat menyenangkan”,
jawabnya. ‘Apakah kamu tidak melihat bahwa dari pagi mendung dan tak tampak matahari?
” “Betul tuan, tetapi kehidupan ini telah mengajarkan kepada saya bahwa banyak
keinginan yang tidak saya dapatkan, oleh karena itu saya mulai mensyukuri apa saja yang saya
dapatkan.”
Lalu, dimanakah kita sekarang?
Oleh
:Ustadz.Faizunal Abdillah
Sumber:LDII
Editor:Liwon Maulana(galipat)
Gilbert Haroche, Builder of an Economy Travel Empire, Dies at 87
Mr. Haroche was a founder of Liberty Travel, which grew from a two-man operation to the largest leisure travel operation in the United States.
Meet Mago, Former Heavyweight
GREENWICH, Conn. — Mago is in the bedroom. You can go in.
The big man lies on a hospital bed with his bare feet scraping its bottom rail. His head is propped on a scarlet pillow, the left temple dented, the right side paralyzed. His dark hair is kept just long enough to conceal the scars.
The occasional sounds he makes are understood only by his wife, but he still has that punctuating left hand. In slow motion, the fingers curl and close. A thumbs-up greeting.
Hello, Mago.
This is Magomed Abdusalamov, 34, also known as the Russian Tyson, also known as Mago. He is a former heavyweight boxer who scored four knockouts and 14 technical knockouts in his first 18 professional fights. He preferred to stand between rounds. Sitting conveyed weakness.
But Mago lost his 19th fight, his big chance, at the packed Theater at Madison Square Garden in November 2013. His 19th decision, and his last.
Now here he is, in a small bedroom in a working-class neighborhood in Greenwich, in a modest house his family rents cheap from a devoted friend. The air-pressure machine for his mattress hums like an expectant crowd.
Today is like any other day, except for those days when he is hurried in crisis to the hospital. Every three hours during the night, his slight wife, Bakanay, 28, has risen to turn his 6-foot-3 body — 210 pounds of dead weight. It has to be done. Infections of the gaping bedsore above his tailbone have nearly killed him.
Then, with the help of a young caretaker, Baka has gotten two of their daughters off to elementary school and settled down the toddler. Yes, Mago and Baka are blessed with all girls, but they had also hoped for a son someday.
They feed Mago as they clean him; it’s easier that way. For breakfast, which comes with a side of crushed antiseizure pills, he likes oatmeal with a squirt of Hershey’s chocolate syrup. But even oatmeal must be puréed and fed to him by spoon.
He opens his mouth to indicate more, the way a baby does. But his paralysis has made everything a choking hazard. His water needs a stirring of powdered food thickener, and still he chokes — eh-eh-eh — as he tries to cough up what will not go down.
Advertisement
Mago used to drink only water. No alcohol. Not even soda. A sip of juice would be as far as he dared. Now even water betrays him.
With the caretaker’s help, Baka uses a washcloth and soap to clean his body and shampoo his hair. How handsome still, she has thought. Sometimes, in the night, she leaves the bedroom to watch old videos, just to hear again his voice in the fullness of life. She cries, wipes her eyes and returns, feigning happiness. Mago must never see her sad.
When Baka finishes, Mago is cleanshaven and fresh down to his trimmed and filed toenails. “I want him to look good,” she says.
Theirs was an arranged Muslim marriage in Makhachkala, in the Russian republic of Dagestan. He was 23, she was 18 and their future hinged on boxing. Sometimes they would shadowbox in love, her David to his Goliath. You are so strong, he would tell her.
His father once told him he could either be a bandit or an athlete, but if he chose banditry, “I will kill you.” This paternal advice, Mago later told The Ventura County Reporter, “made it a very easy decision for me.”
Mago won against mediocre competition, in Moscow and Hollywood, Fla., in Las Vegas and Johnstown, Pa. He was knocked down only once, and even then, it surprised more than hurt. He scored a technical knockout in the next round.
It all led up to this: the undercard at the Garden, Mike Perez vs. Magomed Abdusalamov, 10 rounds, on HBO. A win, he believed, would improve his chances of taking on the heavyweight champion Wladimir Klitschko, who sat in the crowd of 4,600 with his fiancée, the actress Hayden Panettiere, watching.
Wearing black-and-red trunks and a green mouth guard, Mago went to work. But in the first round, a hard forearm to his left cheek rocked him. At the bell, he returned to his corner, and this time, he sat down. “I think it’s broken,” he repeatedly said in Russian.
Maybe at that point, somebody — the referee, the ringside doctors, his handlers — should have stopped the fight, under a guiding principle: better one punch too early than one punch too late. But the bloody trade of blows continued into the seventh, eighth, ninth, a hand and orbital bone broken, his face transforming.
Meanwhile, in the family’s apartment in Miami, Baka forced herself to watch the broadcast. She could see it in his swollen eyes. Something was off.
After the final round, Perez raised his tattooed arms in victory, and Mago wandered off in a fog. He had taken 312 punches in about 40 minutes, for a purse of $40,000.
In the locker room, doctors sutured a cut above Mago’s left eye and tested his cognitive abilities. He did not do well. The ambulance that waits in expectation at every fight was not summoned by boxing officials.
Blood was pooling in Mago’s cranial cavity as he left the Garden. He vomited on the pavement while his handlers flagged a taxi to St. Luke’s-Roosevelt Hospital. There, doctors induced a coma and removed part of his skull to drain fluids and ease the swelling.
Then came the stroke.
It is lunchtime now, and the aroma of puréed beef and potatoes lingers. So do the questions.
How will Mago and Baka pay the $2 million in medical bills they owe? What if their friend can no longer offer them this home? Will they win their lawsuits against the five ringside doctors, the referee, and a New York State boxing inspector? What about Mago’s future care?
Most of all: Is this it?
A napkin rests on Mago’s chest. As another spoonful of mush approaches, he opens his mouth, half-swallows, chokes, and coughs until it clears. Eh-eh-eh. Sometimes he turns bluish, but Baka never shows fear. Always happy for Mago.
Some days he is wheeled out for physical therapy or speech therapy. Today, two massage therapists come to knead his half-limp body like a pair of skilled corner men.
Soon, Mago will doze. Then his three daughters, ages 2, 6 and 9, will descend upon him to talk of their day. Not long ago, the oldest lugged his championship belt to school for a proud show-and-tell moment. Her classmates were amazed at the weight of it.
Then, tonight, there will be more puréed food and pulverized medication, more coughing, and more tender care from his wife, before sleep comes.
Goodbye, Mago.
He half-smiles, raises his one good hand, and forms a fist.