Paket Haji di Palembang Hubungi 021-9929-2337 atau 0821-2406-5740 Alhijaz Indowisata adalah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang tour dan travel. Nama Alhijaz terinspirasi dari istilah dua kota suci bagi umat islam pada zaman nabi Muhammad saw. yaitu Makkah dan Madinah. Dua kota yang penuh berkah sehingga diharapkan menular dalam kinerja perusahaan. Sedangkan Indowisata merupakan akronim dari kata indo yang berarti negara Indonesia dan wisata yang menjadi fokus usaha bisnis kami.
Paket Haji di Palembang Alhijaz Indowisata didirikan oleh Bapak H. Abdullah Djakfar Muksen pada tahun 2010. Merangkak dari kecil namun pasti, alhijaz berkembang pesat dari mulai penjualan tiket maskapai penerbangan domestik dan luar negeri, tour domestik hingga mengembangkan ke layanan jasa umrah dan haji khusus. Tak hanya itu, pada tahun 2011 Alhijaz kembali membuka divisi baru yaitu provider visa umrah yang bekerja sama dengan muassasah arab saudi. Sebagai komitmen legalitas perusahaan dalam melayani pelanggan dan jamaah secara aman dan profesional, saat ini perusahaan telah mengantongi izin resmi dari pemerintah melalui kementrian pariwisata, lalu izin haji khusus dan umrah dari kementrian agama. Selain itu perusahaan juga tergabung dalam komunitas organisasi travel nasional seperti Asita, komunitas penyelenggara umrah dan haji khusus yaitu HIMPUH dan organisasi internasional yaitu IATA.
Paket Haji di Palembang
Menteri
Keuangan Chatib Basri mengatakan, kedatangan pemerintah ke DPR bukan untuk meminta persetujuan
menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
JAKARTA, Saco-Indonesia.com —
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, kedatangan pemerintah ke DPR bukan untuk
meminta persetujuan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Chatib
menjelaskan, tujuan pemerintah bolak-balik ke DPR hanya untuk membahas Rancangan APBN Perubahan
(RAPBN-P) 2013.
"Persoalan mengenai kenaikan BBM ada di badan
pemerintah. Di Pasal 8 Ayat 10, pemerintah hanya membahas APBN-P bersama DPR," ujar Chatib
di Gedung DPR Nusantara III, Senin (3/6/2013).
Chatib menuturkan, pembahasan
kenaikan harga BBM tidak bersamaan dengan RAPBN-P. "Kenaikan harga BBM tidak datang
bersamaan dengan pembahasan APBN-P," ujarnya.
APBN-P dibahas dengan DPR
selama ini karena ada perubahan defiasi dari asumsi makro. Selain itu, Chatib juga menyebutkan
ada program pemotongan kementerian dan lembaga (K/L)untuk pengendalian defisit yang harus
dibahas dengan DPR.
"Tentu APBN-P bergulir akan diselesaikan ketika
harga BBM naik. Kalau pemotongan K/L, harus juga meminta persetujuan DPR," ungkap
Chatib.
Editor :
Liwon Maulana
saco-indonesia.com, Kepolisian masih melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Mapolres Poso, Sulawesi Tengah,
Senin (3/6/2013) pagi, setelah meledaknya sebuah bom yang diduga dilakukan seorang pengendara
sepeda motor.
POSO, Saco-Indonesia.com — Kepolisian masih melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Mapolres Poso, Sulawesi Tengah, Senin (3/6/2013) pagi, setelah meledaknya sebuah bom yang diduga dilakukan seorang pengendara sepeda motor. Berdasarkan laporan kontributor KompasTV, Manshur Tobone, pelaku mengendarai motor seorang diri.
Sebelum memasuki halaman Mapolres, pelaku sempat ditahan penjaga. Namun, pelaku memaksa masuk dan menerobos pintu penjagaan Mapolres. Tak lama, ia meledakkan bom tepat di depan mushala Mapolres. Kemudian pelaku tewas di lokasi.
Sementara itu, dalam wawancara dengan KompasTV, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar mengungkapkan, kepolisian masih mengidentifikasi pelaku.
"Proses olah TKP sedang berjalan untuk mengidentifikasi pelaku yang rusak berat. Perlu dicari tahu siapa pemuda ini," ujarnya.
Mengenai motif, Boy mengatakan, dengan pola yang dilakukan, motif diduga karena masalah teror. "Motif sedang didalami dan diselidiki lebih lanjut," kata Boy.
Ia mengungkapkan, saat ini polisi sudah mengantongi data-data dari kelompok yang diduga melakukan pengeboman.
Editor :Liwon Maulana
Sumber:Kompas.com
A lapsed seminarian, Mr. Chambers succeeded Saul Alinsky as leader of the social justice umbrella group Industrial Areas Foundation.
WASHINGTON — During a training course on defending against knife attacks, a young Salt Lake City police officer asked a question: “How close can somebody get to me before I’m justified in using deadly force?”
Dennis Tueller, the instructor in that class more than three decades ago, decided to find out. In the fall of 1982, he performed a rudimentary series of tests and concluded that an armed attacker who bolted toward an officer could clear 21 feet in the time it took most officers to draw, aim and fire their weapon.
The next spring, Mr. Tueller published his findings in SWAT magazine and transformed police training in the United States. The “21-foot rule” became dogma. It has been taught in police academies around the country, accepted by courts and cited by officers to justify countless shootings, including recent episodes involving a homeless woodcarver in Seattle and a schizophrenic woman in San Francisco.
Now, amid the largest national debate over policing since the 1991 beating of Rodney King in Los Angeles, a small but vocal set of law enforcement officials are calling for a rethinking of the 21-foot rule and other axioms that have emphasized how to use force, not how to avoid it. Several big-city police departments are already re-examining when officers should chase people or draw their guns and when they should back away, wait or try to defuse the situation