saco-indonesia.com, Diakui Deddy, manajer Cherry Belle, pihak manajemen merasa lebih berat ditinggalkan Anisa Rahma ketimbang fa
saco-indonesia.com, Diakui Deddy, manajer Cherry Belle, pihak manajemen merasa lebih berat ditinggalkan Anisa Rahma ketimbang fans setia. Tak bisa dipungkiri lagi , hengkangnya Anisa juga bisa membuat Cherry Belle ditinggalkan oleh sebagian penggemar setianya.
Tak dipungkiri lagi, Anisa juga memiliki fans fanatik yang akan terus mendukung nantinya. Itupun juga diakui benar oleh Deddy sebagai orang yang telah mengatur kegiatan girlband asuhannya tersebut .
"Kita lebih merasa berat jika Anisa keluar daripada memikirkan ditinggalkan fans. Ada fans yang fanatik dengan Anisa, kita nggak melarang," ungkapnya saat dihubungi wartawan.
Menurutnya semua keputusan tersebut sudah ada ditangan fans untuk dapat mencintai personel yang telah mereka idolakan itu . Deddy juga meminta fans untuk dapat tetap mendukung keputusan Anisa itu.
"Pilihan ada di publik, saran kami untuk fans Anisa, tetap dukung Anisa. Please dukung, jangan melarang Anisa keluar. Kami nggak melarang Anisa," imbuhnya.
Terkait kabar Anisa ingin bersolo karir, dikatakan Deddy bukan lagi menjadi hak manajemen untuk dapat mengaturnya. Manajemen juga tak ingin menutup apa yang diinginkan Anisa dalam menyongsong masa depannya.
"Kami juga nggak mengerti soal itu, setelah ini apa yang dilakukan Anisa sudah bukan hak kami lagi. Kami juga nggak bisa menutup masa depan Anisa. Dia (Anisa) juga harus belajar untuk dapat mencapai jenjang yang lebih tinggi," tandasnya.
Editor : dian sukmawati
Sumber : kapanlagi.com
Sekitar 6.000 orang
bukan perokok didiagnosis kanker paru setiap tahunnya. Sebagian besar adalah kaum wanita dan
wanita Asia beresiko paling tinggi.
Saco-
Indonesia.com - Sekitar 6.000 orang bukan perokok didiagnosis kanker paru setiap
tahunnya. Sebagian besar adalah kaum wanita dan wanita Asia beresiko paling tinggi.
Meski kemungkinan seorang bukan perokok untuk terkena kanker paru lebih kecil dibanding
perokok, tetapi data di Inggris menunjukkan 41.500 kasus baru kanker payudara ditemukan setiap
tahunnya. Sekitar 14 persen, atau 6.000 kasus tidak terkait dengan kebiasaan merokok.
Kebanyakan pasien kanker paru yang bukan perokok adalah kaum wanita. "Secara
anekdoktal, kami melihat makin banyak pasien wanita yang tak pernah merokok tapi terdiagnosis
kanker paru, dibandingkan dengan 10 tahun lalu," kata Dr.Michael Beckles, konsultan
respiratori dari Royal Free Hospital.
Apa yang menyebabkan kondisi tersebut
belum sepenuhnya diketahui. Tetapi para ilmuwan menduga ada kaitannya dengan faktor genetik yang
dikombinasikan dengan paparan zat-zat pemicu kanker, misalnya asbestos, gas radon, bahan
pelarut, asap buangan mesin diesel, hingga asap rokok orang lain.
Faktor
risiko lain adalah terapi radiasi ke dada untuk penyakit lain seperti kanker payudara atau
limfoma. Bisa juga dari luka paru-paru yang berasal dari kondisi medis sebelumnya.
Menurut Deputi British Lung Foundation, Stephen Spiro, kanker paru-paru selalu dihubungkan
dengan merokok. Padahal sebelum kebiasaan merokok menyebar pada awal abad 20, penyakit ini
kerap menimpa wanita bukan perokok.
Orang yang tidak merokok biasanya
menderita adenokarsinoma atau sel kanker paru tidak kecil. Kondisi ini terjadi di kelenjar yang
memproduksi lendir pada jalan masuk udara ke paru-paru.
Mereka yang tekena
kanker adenokarsinoma ini juga mengalami kesalahan gentik pada protein di permukaan sel yang
memicu pertumbuhan sel.
Kabar baiknya adalah pasien yang terdiagnosis jenis
kanker paru tersebut bisa mendapatkan manfaat positif dari obat-obatan kanker terbaru, misalnya
gefitinib. Obat ini memperlambat keganasan penyakit tanpa adanya efek samping seperti
kemoterapi.
Sementara itu, beberapa penelitian masih berlangsung untuk
mengenali apa penyebab kanker paru pada bukan perokok. Tetapi mencari dana untuk penelitian ini
juga tak mudah karena kanker paru sering dianggap sebagai penyakit yang dicari sendiri oleh
perokok.
Diagnosa dini memang berperan besar dalam kesembuhan kanker, tetapi
dalam kasus penyakit paru ini bukan hal yang mudah.
"Masalahnya paru
tidak memiliki ambang sakit sehingga tak akan memberi peringatan jika ada sesuatu yang salah.
Tidak ada gejala kanker paru yang spesifik dan sulit menentukan apakah batuk atau sesak napas
yang diderita karena kanker atau bukan," kata Spiro.
Ia menambahkan,
yang memprihatinkan adalah saat batuk membandel tak kunjung sembuh, penyakitnya mungkin sudah
ganas. "Pada 70 persen pasien yang berobat ke dokter, penyakitnya sudah berkembang
serius," katanya.
Pemeriksaan standar seperti rontgen paru pun
terkadang tak mampu menemukan sel-sel kanker. "Rontgen paru punya kelemahan karena dua
dimensi. Sehingga ada area tertentu, misalnya di belakang jantung, yang tak terlihat,"
katanya.
Meski begitu pemeriksaan pendukung dengan CT-scan biasanya cukup
membantu. Karena itu sebaiknya lakukan pemeriksaan jika batuk tidak sembuh lebih dari tiga
minggu atau ada penurunan berat badan tanpa sebab.